Wednesday, November 3, 2010

Teroris, Indonesia dan Amerika


Teror, teror dan teror terus mengguncang Indonesia. Seolah tak pernah ada habisnya. Segitu bencinya kah para teroris terhadap bangsa ini sampai-sampai nyawa manusia pun menjadi tidak ada lagi harganya. Siapakah sebenarnya yang menjadi sasaran utama dari para teroris tersebut?.

Jika di perhatikan dari kejadian semua peledakan bom, mulai dari bom Bali satu dan dua, Kedubes Australia, terakhir peledakan di  dua hotel JW. Marriott dan Rizt Carlton kemarin (17/7) Kuningan, Jakarta adalah tempat-tempat keramaian yang di dominasi oleh turis asing dan terutama Amerika. Maka, bisa dibilang jaringan teroris adalah orang-orang yang menaruh dendam kesumat terhadap Amerika dan antek-anteknya.    
Indonesia memang merupakan negara yang belum bisa “menyapih” dengan Amerika. Walau sudah punya dasar negara kuat yaitu Pancasila. Namun, sering kali merasa ketergantungan pada negeri paman syam tersebut, terutama dalam hal perekonomian. Siapa pun mafhum bahwa para pengelola ekonomi kita acap kali bermain mata dengan IMF dan World Bank. Seolah-olah Amerika menjadi “Maha Guru” yang tidak boleh tidak untuk diikuti oleh Indonesia. Bukan hanya dalam segi keilmuan, melainkan segi budaya pun sudah terwesternisasi. Hal tersebut kiranya menjadi salah satu indikator maraknya tindakan terorisme di negeri pertiwi ini.

Mengacu pada motif dari semua teroris yang berhasil ditangkap oleh polisi dan tim Datasemen 88 Indonesia. Bahkan sebagian besar diantara mereka (baca: teroris) bertindak atas nama agama dan berteriak “jihad” memerangi “kafir” yang ditujukan pada Amerika. Amerika memang negara yang acap kali merecoki semua negara termasuk Indonesia. Yang membawa misi menundukan dunia dengan menerapkan sistem demokrasi liberal seperti yang dianut di negaranya. Seolah menjadi harga mati yang tidak bisa ditolak.

Siapa pun yan menolak maka ia menjadi musuh Amerika. Hal ini juga pernah terjadi pada negara Iraq. Sehingga Saddam Husain, pimpina Iraq kala itu  menjadi korban karena tidak mau tunduk pada Josh.W.Bush. Pun demikian, Iran. Sampai kapan pun akan menjadi musuh utama Amerika karena telah menentang kebijakan-kebijakan negara adidaya itu. Bahkan Amerika sampai saat ini belum memberikan ucapan selamat. Jika tak ingin dibilang tidak mengakui, terhadap Ahmadin Nejad sebagai pemenang untuk kedua kalinya pada pemilu Iran Juni kemarin.

Bagaimana dengan Indonesia?. Nampaknya Indonesia selalu mencari “aman”. Tidak mau banyak terlibat dalam hal “peperangan”. Apalagi kalau bermusuhan dengan Amerika. Mungkin bisa dipahami, budaya bangsa Indonesia yang selalu mengedepankan keramah tamahan, perdamaina, kebersanaan dan nerimo (pasrah). Hal tersebut yang menjadikan teroris geram, sehingga bertindak melangkahi negara agar tidak menjadi “budak” Amerika. Jika para teroris ber”jihad” demi mempertahankan jati diri bangsa dari campur tangan orang lain. Perbuatan tersebut patut di berikan apresiasi yang lebih. Namun, jika harus melakukan bom bunuh diri, membunuh orang lain dan merusak tatanan sosial yang ada tidaklah dibenarkan. Justru perbuatan tersebut telah melanggar hak-hak yang lain. Niat yang tulus namun dilakukan dengan jalan yang salah tentunya sia-sia.

Dalam usul fiqh dikatakan « Darul mafasid muqoddamun `ala jalbil masholih » (menghindari kerusakan lebih diutamakan dari pada mencari kemaslahatan). Sudah semestinya pemerintah dapat mengambil pelajaran dari pelbagai kejadian terorisme di negeri ini. Karena masih ada segelintir orang yang merasa belum terpenuhi hak-haknya. Menjadi tanggungjawab pemerintah untuk mengakomodir  semua tuntutan warga negaranya. 

Artikel ini sudah dimuat di Kabarindonesia.com edisi 29 Agustus 2009


No comments:

Post a Comment

Teriakasih telah berkunjung