Wednesday, November 3, 2010

Kebobrokan Pemilu 2009

Hajat besar pemilu legislatif usai dilaksanakan 9 April kemarin. Partisipasi masyarakat menjadi tonggak utama dalam menentukan pemilu yang berkualitas serta demokratis. Semakin besar antusiasme masyarakat dan keikutsertaannya dalam pemilu, semakin besar pula harapan kesuksesan pemilu. 
Sebagai bukti konkrit peran serta masyarakat dalam pemilu adalah tersalurkannya suara yang menjadi hak pada hari pencontrengan. Masyarakat umumnya greget, ingin berpartisipasi untuk mensukseskan daur ulang kepemimpinan di DPR, DPD maupun DPRD. Indikasinya jelas, Tempat Pemugutan Suara (TPS) di berbagai daerah disesaki oleh masyarakat yang hendak mencontreng. Bahkan untuk menarik simpati pemilih, sebagian TPS yang ada dibuat semenarik mungkin. Seperti, perangkat TPS dirias dengan busana adat daerah, ada juga TPS yang dirias ala Sporty bagi yang suka berolah raga, dan pernak pernik lainnya yang tujuannya hanya untuk mengajak masyarakat untuk mencontreng.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemilu sebetulnya sudah terbangun. Namun kesadaran itu menjadi kandas akibat ulah penyelenggara pemilu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menjadi lembaga independen penyelenggara pemilu telah melanggar aturan yang mereka tetapkan sendiri. Disaat KPU mengajak masyarakat untuk mencontreng, disaat yang sama pula KPU menghambat prosesi menuju pencontrengan. Hambatan itu bisa dilihat dari keterlambatan pendistribusian logistik, sejumlah kertas suara yang tertukar antar TPS, kekurangan kertas suara, kisruh DPT masih berlanjut, besarnya kertas suara hingga menyulitkan bagi pemilih lansia (lanjut usia) dan akhirnya harus dibantu dalam mencontreng, ditambah kurangnya sosialisasi KPU dan yang tak kalah pentingnya ialah sebagian pemilih dipaksa untuk golput.

Golput disini bukan berarti keengganan untuk memilih dengan alasan rasional (sengaja tidak memilih karena citra buruk pemerintah). Namun golput yang dimaksud disini adalah golput keterpaksaan karena kesalahan sistem dan administrasi. Pemilih pada dasarnya ingin menyampaikan hak pilihnya. Namun karena berbagai alasan yang membuat ia tidak bisa memilih. Pertama, tidak memilih karena sakit. Banyak pasien disejumlah rumah sakit yang kehilangan hak suaranya karena tidak tersedianya TPS (paling tidak, TPS keliling). 

Kedua, pemilih yang sengaja datang ke TPS, namun karena namanya tidak terdaptar di Daftar Pemilih Tetap (DPT), terpaksa harus mengurungkan niatnya untuk mencontreng. Padahal pemilih tersebut memenuhi syarat untuk memilih. Karena sudah cukup umur, mempunyai KTP resmi, dan tragisnya lagi sebagian panitia pemungutan suara di daerah tidak terdaftar sebagai pemilih. Sungguh memilukan, pesta rakyat lima tahun sekali mereka harus golput. padahal, di negeri yang demokratis ini hak merupakan yang utama untuk dipenuhi dan dihormati dari pada aturan sistem administrasi. Dan KPU telah melanggar hak tersebut. 

KPU boleh bangga karena telah menyelesaikan sebagian tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Namun tidak dengan sebagian masyarakat yang terampas haknya karena sistem yang tidak berpihak. Maka timbulahl sebuah pertanyaan, apakah pemilu seperti ini bisa dikatakan sukses?. Kalau suksesnya karena telah melaksanakan pemilu tepat waktu, ya. Akan tetapi belum mengena pada subtansi pemilu yang demokratis. 

Pemilu berkualitas tidak lepas dari adanya penyelenggara pemilu yang fair, professional serta independen tanpa ada tendensi dari pihak manapun. KPU merupakan hasil representasi DPR, pemerintah dan rakyat secara umum menjadi tolak ukur pemilu. Maka KPU harus lebih transparan. Melihat pemilu 2009 ini sarat dengan kecacatan, namun bukan berarti harus menyalahkan KPU sepenuhnya. Pemerintah juga ikut andil dalam kesemrautan pemilu. Karena KPU tidak bisa bejalan sendiri, tanpa bantuan pemerintah terutama departemen dalam negeri dalam hal akurasi data kependudukan yang dijadikan acuan DPT.

Komisi pemilihan umum dan birokrasi dibawahnya (panwaslu) lalai dalam mengkroscek DPT pra pemilu. Akhirnya bola terlanjur bergelinding. Prosesi pemilihan sudah berlanjut, masa Pencontrengan sudah lewat. Terlepas dari serba kekurangan dan ketidaksiapan penyelenggara Pemilu 2009 menjadi catatan penting bagi KPU, Pemerintah, Partai politik, dan masyarakat umumnya untuk memperbaikinya. 

Jika tidak ditanggapi dengan serius, bukan tidak mungkin akan menimbulkan gugatan dan potensi kekacauan sudah dapat dirasakan. Mumpung masih ada waktu sebelum pemilihan presiden (pilpres) juli mendatang, agar tidak terjadi lagi kesemrautan seperti pemilihan legislatif (peleg) kemarin. Smoga. 

*Penulis adalah Staf Peneliti Pada Center for Cultur Research (CCR) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta/Sekretaris Umum HMI Korkom UIN Sunan Kalijaga

Artikel ini sudah dimuat di Harian Umum Pelita.or.id edisi April 2009

No comments:

Post a Comment

Teriakasih telah berkunjung