Wednesday, November 3, 2010

Kedewasaan Dalam Berpolitik


LELAH sudah rasanya setiap hari kita menyaksikan "perang" antarcapres yang semakin hari kian memanas mendekati Pilpres 8 Juli mendatang.

Bukan hanya capres dan tim suksesnya yang sibuk mengulik berbagai kesalahan lawan politiknya dan mengumbar citra baik calon yang diusungnya, melainkan di tingkatan konstituen pun dirasakan imbasnya. Sebagai contoh, ketika salah satu capres mengkritik bahwa program Bantuan Langsung Tunai (BLT) merupakan pembodohan bagi rakyat, secara psikologis masyarakat merasa tersinggung.
Namun di lain pihak BLT merupakan salah satu pemberantasan kemiskinan dan harus didukung. Hal ini jelas membingungkan masyarakat. Belum lagi saling klaim atas Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) serta klaim-klaim atas kemajuan program pemerintah saat ini. Namun, ketika program itu tidak mendapat simpati rakyat, dengan segera para capres saling lempar kesalahan. Menjelang pilpres, hujan deras kritik antarcalon akan terus berlangsung.

Inikah yang dinamakan kedewasaan politik? Memang, menurut sebagian pakar, politik saling hujat antarcapres yang satu dengan yang lain merupakan hal yang wajar dan lumrah dalam demokrasi yang sudah mapan. Akan tetapi jika hal tersebut tidak ada dampak positifnya bagi masyarakat, alih-alih membangun, yang terjadi malah kritik tanpa solusi. Tidakkah sebaiknya menghemat energi untuk merumuskan sebuah gagasan bersama pada masalah-masalah yang sesungguhnya kita hadapi dan tak kunjung selesai tiap kali daur ulang kepemimpinan?

Di antaranya soal korban Lumpur Lapindo, korban kekerasan pada TKI, persoalan kemiskinan, kekurangan gizi, pelanggaran HAM, pengangguran dan putus sekolah yang masih menghantui sampai saat ini. Kepada capres dan cawapres hendaknya saling introspeksi. Seberapa jauh potensi yang dimiliki untuk menakhodai Indonesia, yang kondisinya masih di persimpangan jalan, yang belum menemukan jati diri yang sesungguhnya?

Kalaupun harus mengkritik, hal itu tidaklah terlalu membabi-buta. Apalagi sampai terbawa pada hubungan personal. Yang pada akhirnya dapat mengganggu integritas bangsa. Tunjukkanlah politik yang elegan bagi masyarakat. Politik yang mengedepankan moral dan etika serta menjunjung asas kebersamaan dan persaudaraan. Sejenak kita menoleh pada Pemilu Amerika Serikat (AS).

Ketika Barack Obama resmi terpilih menjadi presiden ke-44 AS, Hillary Clinton sebagai lawan politik Obama langsung memberi pernyataan di depan publik mendukung 100% pemerintahan Obama dan mau bekerja sama membangun AS. Sekarang dia menjadi menteri luar negeri di bawah kepemimpinan Obama. McCain yang kalah dalam pilpres pun mendukung Obama.

Kalah menang dalam pemilu merupakan keniscayaan. Maka, saatnya kita merapatkan barisan,menyatukan visi bersama demi tercapainya citacita mulia, untuk mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan sejahtera-- daripada sibuk mencari-cari kesalahan orang lain.


Artikel ini sudah dimuat di Okezone.com tanggal 25 Juni 2009

No comments:

Post a Comment

Teriakasih telah berkunjung