Sunday, October 31, 2010

Spirit Heroisme Generasi Bangsa

“Selama banteng-banteng Indonesia masih mempoenjai darah merah jang dapat membikin setjarik kain poetih mendjadi merah & putih, maka selama itoe tidak akan kita maoe menjerah kepada siapapoen djuga!”    Kutipan Pidato diatas adalah saksi sejarah perjuangan para pahlawan kita demi mempertahankan keutuhan bangsa dan negara yang diwakili oleh Sutomo atau yang lebih dikenal Bung Tomo berdiri tegak di tengah kerumumunan rakyat yang gandrung akan kebebasan atau intimidasi orang lain.
Tertanggal  10 November 1945 menjadi babak sejarah kehadiran pemuda dalam mempertahankan proklamasi Republik Indonesia yang baru berumur tiga bulan. Usia yang masih rawan untuk kembali menerima pelakuan yang tidak sepantasnya dilakukan penjajah terhadap pribumi.
Kita yang kini hidup di alam kemerdekaan sudah sepantasnya wajib bersyukur. Namun, di antara kita justru saling membenci, mencurigai, menyakiti, bahkan menciptakan permusuhan satu dengan yang lainnya. Egoisme ke-aku-an lebih ditonjolkan dari pada  ke-kita-an. Mengesampingkan persamaan dan persaudaraan. Sebut saja peristiwa adu jotos (tawuran) antar-mahasiswa di Makasar sangat disayangkan bahkan memalukan. Bagaimana tidak, para kaum intelektual muda yang dipersiapkan sebagai generasi penerus bangsa dalam hal ini malah berbalik 180 derajat dari semangat 10 November.
Bahwa penjajahan secara fisik sudah tidak ada lagi memang benar. Namun kita semua meyakini bahwa mengisi kemerdekaan merupakan tugas yang cukup berat. Apalagi kita tengah menghadapi penjajahan model baru yaitu; kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan apatisme masyarakat terhadap pemerintah. Inilah musuh besar yang seharusnya kita perangi sekarang. Senjata yang digunakan bukan lagi peluru atau granat melainkan   gagasan yang mampu merubah wajah bangsa.
Satu dasawarsa sudah reformasi bergulir namun belum ada signifikansi perubahan yang dirasakan rakyat. Hal ini tercermin dengan ketidak-terjangkauan sebagian masyarakat dalam mengenyam pendidikan dan kesehatan, melambungnya harga kebutuhan pokok yang kian menambah penderitaan rakyat, pengangguran yang terus bertambah tiap tahunnya hampir di tiap daerah. Kenyataan ini membuat masyarakat ingin kembali lagi pada masa lalu terlepas dari kesalahan rezim orde baru.
Resistensi kaum muda yang berlabel “ agen of change ” seolah kehilangan arah dalam memperjuangkan rakyat karena sudah ternina bobokan oleh institusi institusi berorientasi untung rugi. Tak ubahnya sebuah perusahaan pabrik yang memperhitungkan input dan outputnya, sehingga menimbulkan pragmatisme di kalangan mahasiswa.
Siapkah kita menghadapi globalisasi dan pasar bebas dengan keadaan seperti ini? Mau tidak mau genderang perang  perubahan sudah harus dimulai. Bukan lagi jadi penonton yang sorak-sorai menyaksikan pertarungan budaya orang lain tanpa menawarkan budaya kita sendiri. Indonesia mempunyai identitas yang tak kalah saing dengan budaya barat yang kini mengusai pelbagai lini kehidupan kita.
Memperingati hari pahlawan ini mari kita mereaktualisasikan kembali semangat heroisme yang telah dilakukan oleh para founding father sebagai inspirasi bagi generasi penerus bangsa yang tengah dilanda multikrisis. Semoga.

1 comment:

Teriakasih telah berkunjung