Sunday, January 20, 2013

Ada Kambing Makan Sampah

Jika kambing atau domba pada umumnya makan rumput dan daun-daunan
hijau, namun tidak demikian dengan kambing milik Bambang Setiana, 42,
di Dusun Karang Tengah III, Desa Karang Tengah, Kecamatan Wonosari,
Gunungkidul. Puluhan kambing Bambang justru diberi pakan limbah
sampah.

Tentu saja apa yang dilakukan Bambang sangat membantu disaat musim
kemarau panjang yang sering kali melanda wilayah Gunungkidul.
Alih-alih menemukan rumput hijau, bila sudah kekeringan air pun sulit
didapat. Kini dia tidak lagi repot mencari rumput, karena limbah
sampah berserakan di sekitar rumahnya. Semua daun kering yang jatuh
dari pohon tidak lagi dibakar melainkan dipungutnya kemudian diolah
menjadi pakan kambing.


Tidak hanya sampah disekitar rumah, Bambang bahkan bekerjasama dengan
petugas kebersihan di Pasar Gading dan Pasar Argosari Wonosari agar
sampah tidak dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS). Dengan
kemampuan otodidaknya limbah sampah organik diolah dengan apik untuk
pakan ternak. Sepintas memang terlihat aneh, namun kenyataannya
kambing-kambing itu lahap makan sampah layaknya makan rumput hijau.

"Musim hujau atau pun musim kemarau kambing-kambing disini sekarang
makanannya ya sampah" kata Bambang saat ditemui di
rumahnya, Jumat (12/1)

Diakuinya, membuat sampah jadi pakan kambing bermula dari coba-coba
saat kesulitan mencari rumput sekitar dua tahun lalu. Dia sempat
memberikan nasi, tiwul atau kertas dan sampah agar kambingnya bisa
tetap makan. Namun tetap saja kambingnya tak mau makan. Akhirnya dia
menemukan cara dengan memberikan obat vitamin yang dicampur dengan
bahan pakan. "Dari coba-coba itu ternyata berhasil, kambing saya mau
makan sampah" ujar Bambang.

Atas temuannya itu, pria yang sempat mengenyam pendidikan tinggi di
kedokteran hewan di Sleman namun tidak lulus ini mulai mengembangkan
pengolahan pakan ternaknya supaya mudah dicerna. Tumpukan sampah rumah
tangga dan sampah pasar ia hancurkan dengan mesin gilingan kemudian
difermentasi selama 2x24 jam dalam tong.  Hasilnya, bukan hanya bisa
dimakan kambing melainkan lebih bervitamin. Hal itu terlihat dari
pertumbuhan kambing-kambinga yang mengalami lonjakan berat kilo
perminggunya. "Setiap minggu naik 4-5 kilo beratnya. Artinya hasil
fermentasi sampah ini mengandung protein yang tinggi"
klaimnya.

Kini kreatifitas pribadi Bambang tersebut mendapat apresiasi dari
kepala desa setempat dan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan
Holtikultura Kaupaten Gunungkidul. Bambang dipercaya untuk
mengembangkan kemampuannya agar bisa ditiru oleh para petani lainnya
di Gunungkidul. Semua kelompok tani di Gungkidul kini ikut pelatihan
setiap minggu di rumah Bambang.

"Kemarin saya juga disuruh memperbanyak alat peracik sampah untuk
difermentasi. Harganya memang mahal jadi kita buatnya terbatas. Paling
kalau ada pesanan saja baru kita buatkan" tandas ayah dari 3 anak ini.

2 comments:

  1. kang, sodara gw penasaran itu belinya dimana? kira2 harganya berapa ya?

    ReplyDelete
  2. wah kurang tw pasti, kira-kira sekitar 5 jutaan harga mesin fermentasi sampah. Coba saja hubungi produksi mesinnya pak Bambang Setiana!

    ReplyDelete

Teriakasih telah berkunjung