Thursday, November 14, 2013

Telaga Bidadari yang Ramai Dikunjungi



Kamis (7 November) lalu, seusai liputan pelatihan penanggulangan penyelundupan manusia di Hotel Queen, Desa Girijati, Kecamatan Purwosari, Gunungkidul, tak sengaja melihat plang petilasan Jaka Tarub. Iseng campur penasaran, saya mencoba menghampiri. Tak dinyana lokasinya lumayan jauh, sepanjang jalan masih bebatuan. Namun, karena rasa penasaran yang kuat akhirnya sampai juga.

Di bawah pohon beringin besar terdapat telaga-yang menurut warga sekitar-airnya tidak pernah surut walau musim kemarau. Telaga tersebut hanya berukuran sekitar 3x4 meter, dengan kedalaman air tidak sampai betis orang dewasa. Hanya saja, mata air yang mengalir di sela-sela bat uterus mengalir.
Di sekitar telaga banyak orang yang sedang melakukan ritual. Tampak sekali wajah-wajah penuh harapan ditengah doa-doa yang dipanjatkan. Sebagian lainnya menunjukan wajah sumringah karena merasa sudah mendapat cahaya (petunjuk). Sejurus kemudian orang yang sudah menemukanc ahaya itu menyembelih kambing (sebagai nazar) yang mereka ucapkan sebelum berdoa.
Di antara mereka ada yang sudah berhari-hari ritual, ada yang tiga hari, seminggu, bahkan ada yang sudah 40 hari berada di sekitar telaga. Mereka melakukan puasa, sampai puasa pati geni alias tidak makan dan tidak minum berhari-hari. 
Bukan saja orang biasa, tidak hanya masyarakat jawa yang melakukan ritual di telaga. Namun, dari berbagai kalangan mulai dari artis, pengusaha, calon legislator bahkan raja yang tengah konflik di kalangan keluarganya pun ritual disitu. Menurut Juru Kunci Eko Siswoyo, nama telaga tersebut adalah Telaga Nawang Wulan. Eko tidak tahu sejak kapan persisnya telaga tersebut ramai dikunjungi banyak orang.
Menurut Eko, dari cerita turun temurun, Telaga Nawang Wulan merupakan tempat pemandian para putrid dari kahyangan. Kala itu, ada 7 bidadari yang sedang mandi di telaga. Percakapan bidadari terdengar oleh Jaka Tarub yang sedang berburu. Iseng-iseng, Jaka Tarub mengintip bidadari mandi, kemudian mengambil selendang salah satu milik bidadari.
Karena hari mulai senja, bidadari pun bersiap naik ke kahyangan. Namun salah satu dari bidadari yaitu Nawang Wulan, tidak bisa naik karena hilang selendangnya. Tiba-tiba dating Jaka Tarub dan member pertolongan kemudian mengajaknya ke rumah jaka Taruh hingga akhirnya mereka menikah dan dikaruniai seorang putrid bernama Nawangsih.
Selama berumah tangga Jaka Tarub merasa heran karena beras yang ada di lumbung rumahnya tidak pernah habis, padahal dia jarang memaba beras. Jaka Tarub pun penasaran dan menanyakan kepada Istrinya namun tidak memperoleh jawaban. Nawang Wulan hanya berpesan agar tidak membuka kendi yang menjadi lumbung padi.
Karena penasaran Jaka Tarub membuka lumbung tersebut sehingga kekuatan Nawang Wulan pun hilang. Mereka kembali menjadi keluarga pada umumnya. Bekerja dan memasak nasi seperti orang biasa. 
Nawang Wulan menemukan selendangnya dibalik lumbung padi. Selendang kekuatan yang dicari-cari selama ini baru diketahui bahwa suaminya yang telah mencuri. Nawang Wulan pun pamit pergi ke kahyangan. Meski Jaka Taub memohon tetap tinggal, namun Nawang WUlan tetap pergi. Dia hanya berpesan kepada suaminya agar menjaga anaknya dan membawanya ke telaga, suatu saat dia akan turun dan menyusui Nawangsih di telaga tersebut.
“Ini cerita yang saya ketahui dari dulu. Bisa dipercaya bisa tidak. Namun bagi orang yang yakin berdoa di telaga Nawang Wulan ini keinginannya terkabul,” kata Eko. Eko sendiri baru sekitar 8 tahun menjadi juru kuncu. Dia menggantikan juru kunci sebelumnya Tugiran yang memiliki kesibukan lain di Jakarta.
Sepintas, telaga mata air dan pohon bering besar itu biasa saja. Namun, bagi sebagian masyarakat jawa ritual di tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah dan berbau magis masih menjadai tradisi. Seolah ada dorongan magis yang kuat yang membuat mereka bisa fokus dalam berdoa. Penyatuan jasad manusia dengan alam, tidak lepas dari sosiokultural masyarakat jawa yang identik dengan masyarakat agraris. (ah terlalu melebar jika harus membahas kesitu..)
Yang jelas, situs Telaga Nawang Wulan saat ini menjadi terawat dengan banyaknya orang yang berdatangan. Perekonomian masyarakat setempat menjadi hidup, banyak yang berjualan makanan, menyewakan tempat peristirahatan, peternak diuntungkan karena banyak yang nazar menyembelih ternak jika hajatnya terkabul. “Hampir setiap hari ada yang pesan sapi dan kambing. Yang punya nazar biasanya langsung memotong disini, dagingnya dibagi-bagikan kepada masyarakat dan tamu yang datang,” kata Yanti, salah satu warga sekitar Telaga Nawang Wulan.
Bahkan saking ramainya dikunjungi, pemerintah kini sudah mengalokasikan dana untuk perbaikan jalan menuju Telaga Nawang Wulan.


No comments:

Post a Comment

Teriakasih telah berkunjung